KumpuLan berbagai Asuhan Keperawatan

WeLcome to my bLog.
Semoga blog yan berisi asuhan-asuhan keperawatan dengan berbagai masalah ini, dapat membantu dan bermanfaat bagi teman-teman sekalian...

Comment yang membangun saya nantikan dari para pembaca, demi kebaikan posting-posting asuhan keperawatan ke depan...

Terima kasih, GBUs...

KumpuLan berbagai Asuhan Keperawatan

WeLcome to my bLog.
Semoga blog yan berisi asuhan-asuhan keperawatan dengan berbagai masalah ini, dapat membantu dan bermanfaat bagi teman-teman sekalian...

Comment yang membangun saya nantikan dari para pembaca, demi kebaikan posting-posting asuhan keperawatan ke depan...

Terima kasih, GBUs...

Minggu, 20 Februari 2011

LUPUS ERITEMATOSUS SISTEMIK (LES)

 PENGERTIAN
Lupus Eritematosus sistemik (LES) adalah penyakit radang multisistem yang penyebabnya belum diketahui , dengan perjalanan penyakit yang mungkin akut dan fulminan atau kronik remisi dan aksaserbasi, disertai oleh terdapatnya berbagai macam autoantibodi dalam tubuh.
 ETIOLOGI
Sampai saat ini penyebab LES belum diketahui. Diduga faktor genetik, infeksi dan lingkungan ikut berperan pada faktor patofisiologi LES.
Sistem imun tubuh kehilangan kemampuan untuk membedakan antigen dari sel jaringan tubuh sendiri. Penyimpangan reaksi imunologis ini akan menghasilkan antibodi secara terus menerus. Antibodi ini juga berperan dalam pembentukan kompleks imun sehingga mencetuskan penyakit inflamasi imun sistemik dengan kerusakan multiorgan.
 FAKTOR RESIKO
1. Faktor resiko genetik meliputi jika (frekuensi pada wanita dewasa 8 kalilebih sering dari pada pria dewasa). Umur (lebih sering pada usia 20-40 tahun), etnik, dan faktor keturunan (frekuensinya 20 kali lebih sering dalam keluarga dimana terdapat anggota dengan penyakit tersebut)
2. Faktor resiko hormon, estrogen menambah resiko LES, sedangkan endrogen mengurangi resiko ini.
3. Sinar ultra violet, mengurangi supresi imun sehingga terapi menjadi kurang efektif, sehingga LES kambuh atau bertambah berat. Ini disebabkan sel kulit mengeluarkan sitokin dan prostaglandin sehingga terjadi inflamasi ditempat tersebut sehingga secara sistemik melalui pererdaran dipembuluh darah.
4. Imunitas, pada pasien LES terdapat hiperaktivitas sel B atau toleransi terhadap sel T.
5. Obat, obat tertentu dalam presentase kecil sekali pada pasien tertentu dan dimana dalam jangka waktu tertentu dapat mencetuskan lupus obat (Drug Induced Lupus Erythematosus atau DILE). Jenis obet yang menyebabkan lupus adalah : klorpromazin, metildopa, hidralasin, prokainamid, dan isoniazid.
6. Infeksi, pasien LES cenderung mudah mendapat infeksi dan kadang-kadang penyakitnya ini kambuh setelah infeksi.
7. Stress, stres berat dapat mencetuskan LES pada pasien yang sudah memiliki kecenderungan akan pasien ini.
 MANIFESTASI KLINIS
Keluhan pertama dan utama pada LES adalah artralgia (pegal dan linu didalam sendi). Dapat juga timbul artritis nonerosif pada dua atau lebih sendi perifer. Artritis biasanya berlangsung hanya beberapa hari lokasi atritis akut biasanya disendi tangan, pergelangan tangan, dan lutut, serta biasanya simetris. Artritis dapat berpindah-pindah atau tetap disatu sendi dan jadi menahun.
Terlihat kelainan kulit spesifik berupa berak malar menyerupai kupu-kupu dimuka dan eritema umum yang menonjol. LES kambuh bila terjemur sinar matahari cukup lama.
Dapat pula terjadi kelainan darah berupa anemia hemolitik, kelainan ginjal, pneumonitis, kelainan jantung, kelainan gastrointestinal dan kelainan psikiatrik.
 DIGNOSIS
Diagnosis LES dapat ditegakkan jika pada satu priode pengamatan ditemukan 4 kriteria atau lebih dari 11 kriteria dibawah ini, baik secara berturut-turut maupun serentak.
1. Ruam (rash) didaerah malar
Ruam berupa eritema terbatas, rata atau meninggi, letaknya didaerah malar, biasanya tidak mengenai lipat nasolabialis.
2. Lesi diskoid
Lesi ini berupa bercak eritematosa yang meninggi dengan sisik keratin yang melekat disertai penyumbatan folikel. Pada lesi yang lama mungkin terbentuk sikatriks.
3. Fotosensitivitas
Terjadi lesi kulit sebagai reaksi abnormal terhadap cahaya matahari.
4. Ulserasi mulut
Ulserasi dimulut atau nasofaring, biasanya tidak nyeri.
5. Artritis
Artritis non-erosif yang mengenal dua sendi perifer ditandai oleh nyeri, bengkak atau efusi.
6. Serositis
a. Pleuritis
b. Perikarditis
7. Kelainan ginjal
a. Proteinuria yang selalu > 0,5 g/hari atau > 3 +
b. Ditemukan silinder sel mungkin eritrosit, hemoglobulin granular tubular atau campuran.
8. Kelainan Neurologis
a. Kejang yang timbul spontan tanpa adanya obat-obatan yang dapat menyebabkan atau kelainan metabolik seperti uremia, ketosidosis, dan gangguan keseimbangan elektrolit.
b. Psikosis yang timbul spontan tanpa adanya obat-obat yang dapat menyebabkannya atau kelainan metabolik seperti uremia, ketosidosis dan gangguan keseimbangan elektrolit.
9. Kelainan hematologik
a. Anemia hemolitik dengan retikulositosis
b. Leukopenia, kurang dari 4000/mm pada dua kali pemeriksaan atau lebih.
c. Limfopenia, kurang dari 1500/mm pada 2 kali pemeriksaan atau lebih.
d. Trombositopenia, kurang dari 100.000/ mm , tanpa adanya obet yang mungkin menyebabkannya.
10. Kelainan imunologi
a. Adanya sel LE
b. Anti DNA: antibodi terhadap native DNA (anti-dsDNA) denagan titer abnormal.
c. Anti –sm : adanya antibodi terhadap antigen inti otot polos.
d. Uji serologi untuk sifilis yang positif semu selama paling sedikit 6 bulan dan diperkuat oleh uji imobilisasi treponema pallidum atau uji fluoresensi absorpsi antibodi troponema.
11. Antibodi antinuklear
Titer abnormal antibodi antinuklear yang diukur dengan cara imunofluoresensi atau cara lain yang setara pada waktu yang sama dan dengan tidak adanya obat-obat yang berkaitan dengan sindrom lupus karena obat.
 PEMERIKSAAN PENUNJANG
o Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan:
a. Hematologi
Ditemukan anemia, leukopenia,trombositopenia.
b. Kelainan imunologis
Ditemukan sel LE, antibodi antinuklir, komplemen serum menurun, anti DNA, ENA (extractable nuclear antigen), faktor reumatoid, krioglobulin, dan uji lues yang positif semu.
o Histopatologi
• Umum:
Lesi yang dianggap karakteristik untuk SLE ialah badan hematoksilin, lesi onion-skin pada pembuluh darah limpa dan endokarditis verukosa Libman-Sacks.
• Ginjal :
2 bentuk utama ialah glomerulus proliferatif difus dan nefritis lupus membranosa.
• Kulit :
Pemeriksaan imunofluresensidirek menunjukkan deposit IgG granular pada dermo-epidermal junction, baik pada lesi kulit yang aktif (90%) maupun pada kulit yang tak terkena (70%) (lupus band test) yang paling karakteristik untuk SLE ialah jika ditemukan pada kulit yang tidak terkena dan tidak terpajan (non-exposed areas).
 PENATALAKSANAAN
Untuk penalataksanaan, pasiemn LES dibagi menjadi ;
1. kelompok Ringan :
LES dengan gejala –gejala panas, artritis, perikarditis ringan, kelelehan dan sakit kepala.
2. Kelompok Berat :
LES dengan gejala-gejala efusi pleura dan perikarmasif, penyakit ginjal, anemi hemolitik, trombositopema, lupus serebral, vaskulitis akut, mio karditis, pneomoritis lupus dan peredaran parut.

PENATALAKSAAN UMUM.
1. Upaya mengurangi kekelahan disamping pemberian obat ialah cukup istirahat, perbatasan aktinitas yang berlebihan dan mampu mengubah gaya hidup.
2. hindari merokok, perubahan cuaca, stres dan trauma fisik.
3. Diet sesuai kelainan.
4. Hindari pukul 10.00 – 15.00 dan hindari pemakaian kontrasepsi atau obat lain yang mengandung hormon estrogen.
PENATALAKSANAAN MEDIKAMENTOSA :
1. LES derajat ringan, yaitu :
• Aspirin dan obat anti-inflamasi non streoid.
• Penambahan obat anti malaria hanya bila ada ruam kulit dan lesi dimukaosa membran.
• Bila gagal, dapat ditambah prednison 2,5 –5 mg/hari. Dosis dapat dinaikkan 20% secara bertahap tiap 1 – 2 minggu sesuai kebutuhan.
2. LES derajat berat :
• Pemberian streoid istemik merupakan pertama dengan dosis sesuai dengaqn kelainan organ sasdaran yang terkena
3. Pengobatan pada keadaan khusus
• Anemia Hemolitik autoimun. Prednison 60 – 80 mg/hr (1 – 1,5 mg/kg BB/hari ). Dapat ditingkatkan sampai 100 – 120 kg/hr bl dalam beberapa hari sampai 1 gg blm ada perbaikan respon dalam 4 mgg, ditambahkan imonoglobulin intervena (IV ig) dengan dosis 0,4 mg/kg BB/hr selama 1 hario berturut-turut.
• Vaskulis sistemik akut prednison 60-100 mg /hr dalam kadaan akut diberikan parenteral.
• Perikarditis ringan , obat antiinflamasi non streoid atau anti malaria. Bila tidak efektif, dapat diberikan predinson 20 – 40 mg/hr.
• Miokardityis, prednison 1 mg/kg BB/hr dan bila tidak efektif dpat dikombinasikan sistem fosfamid.
• Efusi fluera predinson 15 – 40 mg/hr. bila efusi masih dilakukan efusi fleura / drynase.
• Lupus pneomonitis. Prednison 1 – 1,5 mg/kg bb/hr untuk 3 – 5 hari bila berhasil dilanjutkan pemberian oral 5 – 7/hr lalu diturunkan perlahan dapat diberikan metil prednison solon pulse dosis selama 3 hr berturut-turut.

Asuhan Keperawatan BBLR

A. Pengertian
Bayi Berat Lahir Rendah adalah bayi baru lahir dengan berat badan lahirnya pada saat kelahiran kurang dari 2500 gram atau bayi lahir dengan masa gestasi kurang dari 37 minggu (Bagian Ilmu Kesehatan Anak FKUI, 1985)

B. Pembagian BBLR
Bayi berat lahir rendah dapat dibagi menjadi :
1. Prematuritas murni
Masa gestasi ibu kurang dari 37 minggu
Penyebab :
 Faktor ibu
Penyakit yang berhubungan dengan kehamilan, seperti : hipertensi, jantung, gangguan pembuluh darah (perokok), usia ibu kurang dari 20 tahun, keadaan social ekonomi yang buruk, jarak hamil dan bersalin terlalu dekat, gizi saat hamil kurang.
 Faktor janin
Cacat bawaan, infeksi dalam rahim
 Faktor kehamilan
Hidraminon, gameli, perdarahan antepartum, pre-eklampsi / eklampsi, ketuban pecah dini
Karakteristik :
 Berat badan kurang dari 2500 gram, panjang kurang atau sama dengan 45 cm, lingkar dada kurang dari 30 cm, lingkar kepala kurang dari 33 cm.
 Masa gestasi kurang dsari 37 minggu
 Kulit tipis, transparan, lanugo banyak, lemak sub kutan tipis, ubun-ubun dan sutura lebar
 Otot hipotonik (lemah)
 Kepala tidak mau tegak
 Pernapasan tidak teratur dapat terjadi apnea (gagal napas)s
 Ekstremitas : paha abduksi, sendi lutut / kaki fleksi lurus
 Pernapasan sekutar 45 sampai 50 kali per menit
 Frekwensi nadi 100 sampai 140 kali per menit
Penyakit yang sering ada pada BBLR
 Syndrom gangguan pernapasan idiopatik
 Pneumonia aspirasi
 Perdarahan intraventrikuler
 Fibriplasia retrorental
 Hyperbiolirubinemia

2. Dismaturitas
Dismaturitas adalah bayi baru lahir yang berat badannya kurang disbanding bertat badan seharusnya untuk masa gestasi bayi itu.
Gejala klinis :
 Berat badan kyrang dari 2500 gram
 Karakteristik sama dengan prematuritas tetapi kadang retardasi pertumbuhan dan wasting
Komplikasi dismaturitas :
 Syndrom aspirasi mekonium
 Hypoglikemi simptomatik
 Asfiksia neonaturum
 Penyakit membrane hialin
 Hyperbilirubinemia

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam BBLR adalah :
 Suhu Tubuh
 Pusat pengatur napas badan masih belum sempurna
 Luas badan bayi relatif besar sehingga penguapannya bertambah
 Otot bayi masih lemah
 Lemak kulit dan lemak coklat kurang, sehingga cepat kehilangan panas badan
 Kemampuan metabolisme panas masih rendah, sehingga bayi dengan berat badan lahir rendah perlu diperhatikan agar tidak terlalu banyak kehilangan panas badan dan dapat dipertahankan.
 Pernapasan
 Fungsi pengaturan pernapasan belum sempurna
 Surfaktan paru-paru masih kurang, sehingga perkembangannya tidak sempurna
 Otot pernapasan dan tulang iga lemah
 Dapat disertai penyakit : penyakit hialin membrane, mudah infeksi paru-paru dan gagal pernapasan.
 Alat pencernaan makanan
 Belum berfungsi sempurna sehingga penyerapan makanan dengan lemah / kurang baik
 Aktifitas otot pencernaan makanan masih belum sempurna , sehingga pengosongan lambung berkurang
 Mudah terjadi regurgitasi isi lambung dan dapat menimbulkan aspirasi pneumonia
 Hepar yang belum matang (immatur)
Mudah menimbulkan gangguan pemecahan bilirubin, sehingga mudah terjadi hyperbilirubinemia (kuning) samai ikterus
 Ginjal masih belum matang
Kemampuan mengatur pembuangan sisa metabolisme dan air masih belum sempurna sehingga mudah terjadi oedema
 Perdarahan dalam otak
 Pembuluh darah bayi BBLR masih rapuh dan mudah pecah
 Sering mengalami gangguan pernapasan, sehingga memudahkan terjadinya perdarahan dalam otak
 Perdarahan dalam otak memperburuk keadaan dan menyebabkan kematian bayi
 Pemberian O2 belum mampu diatur sehingga mempermudah terjadi perdarahan dan nekrosis

C. PERAWATAN BBLR
Dengan memperhatika gambaran klinis diatas dan berbagai kemungkinan yang dapat terjadi pada bayio BBLR, maka perawatan dan pengawasan bayi BBLR ditujukan pada pengaturan panas badan, menghindari infeksi, pemberian makanan bayi dan pernapasan.

Pengaturan Suhu Tubuh BBLR
Bayi BBLR mudah dan cepat sekali menderita Hypotermia bila berada di lingkungan yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh bayi yang realtif lebih luas bila dibandingkan dengan berat badan, kurangnyua jaringan lemak dibawah kulit, dan kekurangan lemak coklat (Brown Fat). Untuk mencegah hypotermi, perlu diusahakan lingkungan yang cukup hangat untuk bayi dan dalam keadaan istrahat konsumsi oksigen paling sedikit, sehingga suhu tubuh bayi tetap normal. Bila bayi dirawat dalam inkubator, maka suhunya untuk nayi dengan berat badan kurang dari 2000 gram adalah 35 0C dan untuk bayi dengan BB 2000 gram sampai 2500 gram 34 0C, agar ia dapat mempertahankan suhu tubuh sekitar 37 0C. Kelembaban inkubator berkisar antara 50 – 60 persen. Kelembaban yang lebih tinggi diperlukan pada bayi dengan syndroma gangguan pernapasan. Suhu inkubator dapat diturunkan 1 0C per minggu untuk bayi dengan berat badan 2000 gram dan secara berangsur – angsur ia dapat diletakkan didalam tempat tidur bayi dengan suhu lingkungan 27 0C-29 0C. Bila inkubator tidak ada, pemanasan dapat dilakukan dengan membungkus bayi dan meletakkan botol-botol hangat disekitarnya atau dengan memasang lampu petromaks di dekat tempat tidur bayi atau dengan menggunakan metode kanguru. Cara lain untuk mempertahankan suhu tubuh bayi sekitar 36 0C - 37 0C adalah dengan memakai alat perspexheat shield yang diselimuti pada bayi didalam inkubator. Alat ini berguna untuk mengurangi kehilangan panas karena radiasi. Akhir-akhir ini telah dimulai digunakan inkubator yang dilengkapi dengan alat temperatur sensor (Thermistor probe). Alat ini ditempelkan dikulit bayi. Suhu inkubator dikontrol oleh alat servomechanism. Dengan cara ini suhu kulit bayi dapat dipertahankan pada derajat yang telah ditetapkan sebelumnya. Alat ini sangat bermanfaat untuk bayi dengan berat lahir yang sangat rendah.
Bayi dalam inkubator hanya dipakaikan popok. Hal ini penting untuk memudahkan pengawasan mengenai keadan umum, perubahan tingkah laku, warna kulit, pernapasan, kejang dan sebagainya sehingga penyakit yang diderita dapat dikenal sedini mungkin dan tindakan serta pengobatan dapat dilaksanakan secepat-cepatnya.

Pencegahan Infeksi
Infeksi adalah masuknya bibit penyakit atau kuman kedalam tubuh, khususnya mikroba. Bayi BBLR sangat mudah mendapat infeksi. Infeksi terutama disebabkan oleh infeksi nosokomial. Kerentanan terhadapa infeksi disebabkan oleh kadar imunoglobulinserum pada bayi BBLR masih rendah, aktifitas bakterisidal neotrofil, efek sitotoksik limfosit juga masih rendah dan fungsi imun belum berpengalaman.
Infeksi local bayi cepat menjalar menjadi infeksi umum. Tetapi diagnosis dini dapat ditegakkan jika cukup waspada terhadap perubahan (kelainan) tingkah laku bayisering merupakan tanda infeksi umum. Perubahan tersebut antara laian : malas menetek, gelisah, letargi, suhu tyubuh meningkat, frekwensi pernapasan meningkat, muntah, diare, berat badan mendadak turun.
Fungsi perawatan disini adalah memberi perlindungan terhadap bayi BBLR dari infeksi. Oleh karena itu, bayi BBLR tidak boleh kontak dengan penderita infeksi dalam bentuk apapun. Digunakan masker dan baju khusus dalam penanganan bayi, perawatan luka tali pusat, perawatan mata, hidung, kulit, tindakan aseptic dan antiseptic alat-alat yang digunakan, isolasi pasien, jumlah pasien dibatasi, rasio perawat pasien ideal, mengatur kunjungan, menghindari perawatan yang yang terlalu lama, mencegah timbulnya asfiksia dan pemberian antibiotic yang tepat.

Pengaturan Intake
Pengaturan intake adalah menentukan pilihan susu, cara pemberian dan jadwal pemberian yang sesuai dengan kebutuhan bayi BBLR.
ASI (Air Susu Ibu) merupakan pilihan pertama jika bayi mampu mengisap. ASI juga dapat dikeluaekan dan diberikan pada bayi yang tidak cukup mengisap. Jika ASI tidak ada atau tidak mencukupi khususnya pada bayi BBLR dapat digunakan susu Formula yang komposisinya mirip ASI atau susu formula khusu bayi BBLR.
Cara pemberian makanan bayi BBLR harus diikuti tindakan pencegahan khusus untuk mencegah terjadinya regurgitasi dan masuknya udara dalam usus. Pada bayi dalam incubator dengan kontak yang minimal, tempat tidur atau kasur incubator harus diangkat dan bayi dibalik pada sisi kanannya. Sedangkan pada bayi lebih besar dapat diberi makan dalam posisi dipangku. Pada bayi BBLR yang lebih kecil, kurang giat dan mengisap dan sianosis ketika minum melalui botol atau menetek pada ibunya, makanan diberikam melalui NGT
Jadwal pemberian makanan disesuaikan dengan kebutuhan dan berat badan bayi BBLR. Pemberian makanan interval tiap jam dilakukan pada bayi dengan Berat Badan lebih rendah

PERNAPASAN
Jalan napas merupakan jalan udara melalui hidung, pharing, trachea, bronchiolus, bronchiolus respiratorius, dan duktus alveoleris ke alveoli. Terhambatnya jalan napas akan menimbulkan asfiksia, hipoksia dan akhirnya kematian. Selain itu bayi BBLR tidak dapat beradaptasi dengan asfiksia yang terjadi selama proses kelahiran sehingga dapat lahir dengan asfiksia perinatal. Bayi BBLR berisiko mengalami serangan apneu dan defisiensi surfakatan, sehingga tidak dapat memperoleh oksigen yang cukup yang sebelumnya diperoleh dari plasenta. Dalam kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan napas segera setelah lahir (aspirasi lendir), dibaringkan pada posisi miring, merangsang pernapasan dengan menepuk atau menjentik tumit. Bila tindakan ini gagal, dilakukan ventilasi, intubasi endotrakheal, pijatan jantung dan pemberian oksigen dan selama pemberian intake dicegah terjadinya aspirasi. Dengan tindakan ini dapat dicegah sekaligus mengatasi asfiksia sehingga memperkecil kematian bayi BBLR.
E. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
 Biodata, meliputi : Nama kedua orang tua klien, nama klien, umur dan jenis kelamin.
 Riwayat kelahiran lalu, meliputi : Berat badan lahir, adanya komplikasi atau tidak, jenis persalinan dan tempat lahir.
 Status gravida ibu, meliputi : G, P, A (Gravida, Partus, Abortus), umur kehamilan, presentasi bayi, pemeriksaan antenatal, HPHT dan taksiran partus.
 Riwayat persalinan, meliputi : BB / TB ibu, keadan umum ibu, jenis persalinan, indikasi persalinan, komplikasi persalinan, TTV ibu pada saat melahirkan.
 Keadaan bayi saat lahir, meliputi : lahir tanggal berapa, jenis kelamin, kelahiran tunggal atau ganda
 Apgar skore
 Pemeriksaan fisik, yaitu :
a. Aktifitas istrahat
Status sadar, bayi tampak semi koma saat tidur malam, meringis atau tersenyum adalah bukti tidur dengan gerakan mata cepat (REM), tidur sehari rata-rata 20 jam.
b. Sirkulasi
Rata-rata nadi apical 120-160 dpm, dapat berfluktuasi 70-100 dpm (tidur) samapai 180 dpm (menangis), nadi perifer mungkin lemah, nadi brachialis dan radialis lenih mudah dipalpasi daripada nadi femoralis, mur-mur jantungss.
c. Eliminasi
Abdomen lunak tanpa distensi, bising usus aktif, urine tidak berwarna atau kuning pucat, dengan 6-10 popok basah / 24 jam.
d. Makanan / cairan
Berat badan rerata 2500 – 4000 gram, kurang dari 2500 gram menunjukkan KMK (premature, syndrome rubella, gamely) lebih dari 4000 gram menunjukkan BMK (diabetes maternal atau dapat dihubungkan dengan herediter), pada mulut, saliva banyak.
e. Neourosensori
Lingkae kepala 32-37 cm, fontanel anterior dan posterior lunak dan datar, ceput suksadaneum mungkin ada selama 3-4 hari, mata dan kolopak mata mungkin edema, strabismus dan fenomena mata boneka mungkin ada, lipatan epicantus, adanya refleks (moro, plantar, palmar, babinski) tidak adanya kegugupan, letargi hipotonia, parese.
f. Pernasan
Takipnea sementara dapat terlihat, khususnya setelah kelahiran sesaria dan presentase bokong, pola pernafasan diafragmatik dan abdominal dengan gerakan sinkron dari dada dan abdomen, pernafasan dangkal dan cuping hidung, retraksi dinding dada, dan ronchi pada inpirasi atau ekspirasi dapat menandakan aspirasi
g. Keamanan
Karena kulit kemerahan atau kebiruan, cepal hemataom tampak sehari setelah kelahiran, peningkatan ukuran pada usia 2-3 hari kemudiandireabsorbsi perlahan lebih dari 1-6 bulan, pergerakan ekstremitas dan tonus otot baik.
h. Seksualitas.
Genetalia wanita : labia vagina agak kemerahan atau edema, tanda vagina / hymen dapat terlihat
Genetalia pria : testis turun, scrotum tertutup dengan rugae, fimosis juga biasa terjadi
i. Pemeriksaan Diagnostik :
 Leukosit : 18.000 / mm3
 Hemoglobin : 15-20 gram / dl
 Hematokrit : 43 % - 61 %
 Bilirubin total : 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1-2 hari dan 12 minggu / dl pada 3-5 hari
 Dektrosit : tetes glukosa pertama selama 4-6 jam pertama kelahiran rata-rata 40-50 mg/dl, meningkat 60 - s70 mg/dl pada hari ke-3

2. Diagnosa Keperawatan
 Gangguan pertukaran gas b/d ketidak adekuatan kadar surfaktan sekunder terhadap pertumbuhan organ paru yang tidak sempurna
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kadar PO2 / PCO2 dalam batas normal
Intervensi :
a. Tinjau ulang tentang kondisi bayi, lama persalinan, apgar skore, tindakan akan resusitasi saat kelahiran.
R/ : Persalinan yang lama akan meningkatkan resiko hipoksia, dan depresi pernapasan dapat terjadi setelah pemberian atau penggunaan obat oleh ibu.
b. Perhatikan usia gestasi, berat badan dan jenis kelamin
R/ : Neonatus l;ahir sebelum minggu ke-30 atau BB kurang dari 1500 gram berisiko terhadap terjadinya RDS
c. Kaji status pernapasan, perhatikan tanda-tanda distress pernapasan
R/ : Takipnea menandakan distress pernapasan khususnya pernapasan lebih dari 60 kali permenit setelah 5 jam pertama kehidupan.
d. Tingkatkan istrahat, minimalkan rangsangan dan penggunaan energi
R/ : Mungkin perlu untuk mempertahankan kepatenan jalan napas, khususnya pada bayi yang menerima ventilasi terkontrol. Bayi biasanya tidak mengembangkan refleks terkoordinasi, untuk mengisap, menelan dan bernapas sampai gestasi minggu ke-32 sampai ke-34
e. Observasi dan pantau tanda lokasi sianosis
R/ : Sianosis adalah tanda lanjut dari PAO2 rendah dan tidak sampai ada sedikit lebih dari 3 gram / dl
f. Kolaborasi dalam pemberian oksigen sesuai dengan kebutuhan
R/ : Perbaikan kadar oksigen dan karbon dioksida dapat meningkatkan fungsi pernapasan.
 Pola napas tidak efektif b/d penurunan energi / kelelahan
Tujuan :
Mempertahankan pola napas periodic dengan membrane mukosa merah muda dan frekwensi jantung dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji frekwensi pernapasan dan pola pernapasan, perhatikan adanya apnoe, perubahan frekwensi jantung, tonus otot dan warna kulit.
R/ : Membantu dalam membedakan periode perputaran pernapasan normal dari serangan apnoeik sejati, yang terutama sering terjadi sebelum gestasi minggu ke-30
b. Lakukan section sesuai kebutuhan
R/ : Menghilangkan mucus yang menyumbat jalan napas
c. Pertahankan suhu tubuh optimal
R/ : Inkubator dapat memanejemenkan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi bayi
d. Berikan rangsangan taktil yang segera bila terjadi apnea. Perhatikan adanya sianosis, bradikardi dan sebagainya.
R/ : Merangsang SSP untuk meningkatkan gerakan tubuh dan kembalinya pernapasan spontan
e. Pantau pemeriksaan laboratorium seperti AGD, elektrolit
R/ : Hipoksia, asidosis metabolic, hyperkapnia, hypoglikemia, hipokalsemia dan sepsis dapat memperberat serangan apneik.
f. Berikan oksigen sesuai indikasi
R/ : Perbaikan kadar oksigen dan karbon dioksida dapat meningkatkan fungsi pernapasan.
 Hipotermi b/d penurunan lemak subkutan
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, suhu tubuh dalam batas normal.
Intervensi :
a. Kaji suhu tubuh bayi dengan sering, ulangi 15 menit.
R/ : Fluktuasi suhu tubuh pada bayi sering terjadi, dengan mengenali suhu tubuh (panas atau dingin) maka akan dapat dihindari terjadinya komplikasi hypothermia atau hyperthermia
b. Tempatkan bayi pada penghangat (incubator).
R/ : Incubator dapat dimanajemenkan sesuai dengan kebutuhan dan kondisi
c Ganti pakaian dan linen tempat tidur bila basah
R/ :Pertahankan lingkungan tetap kering dan mencegah dekubitur
d Perhatikan adanya takipone atau apnoe, sianosis umum
R/ : Merangsang SSP untuk meningkatkan gerakan tubuh dan kembalinya pernapasan spontan.
e Pantau pertambahan berat badan berturut-turut bila penambahan tidak akurat, tingkat suhu lingkungan sesuai dengan indikasi.
R/ : Mengetahui kenaikan BB bayi dan keefektifan pemberian nutrisi baik ASI maupun PASI dan mengetahui jumlah pemasukan
f Pantau frekuensi dan masukan makanan
R/ : Untuk mengetahui seberapa banyak asupan nutrisi yang masuk
 Kekurangan volume cairan b/d kehilangan cairan yang berlebihan akibat jaringan kulit yang tipis
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan klien bebas dari tanda-tanda dehidrasi
Intervensi :
a. Timbang BB bayi srtiap hari dengan ukuran yang sama dan waktu yang sama
R/ : Mengetahui kenaikan BB bayi dan keefektifan pemberian nutrisi baik ASI maupun PASI dan mengetahui jumlah pemasukan
b. Ukuran masukan (input) dan output cairan
R/ : Perlu untuk menentukan fungsi ginjal, kebutuhan penggantian cairan dan penurunan resiko kelebihan cairan
c. Pantau tanda-tanda vital
d. Evaluasi turgor kulit, membrane mukosa, keadan fontanel anterior
e. Pantau pemeriksaan laboratorium sesuai indikasi (Ht, Kalium, Serum)
 Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan b/d malabsorbsi sekunder terhadap lemahnya tonus spinter oesofagus
Tujuan :
Setelah dilakukan tindakan keperawatan kebutuhan nutrisi terpenuhi
Intervensi :
a. Kaji maturitas refleks berkenan dengan pemberian makanan
b. Auskultasi bisisng usus, kaji status pernapasan
c. Kolaborasi dalam pemberian alat Bantu pemberian makanan sementara (magslang)
d. Beri ASI/PASI sedikit-sedikit tapi sering
e. Kaji tingkat energi dan penggunaannya
f. Perhatikan adanya diare dan muntah
 Resiko komplikasi : hypewrbilirubin, pertumbuhan tulang, kerusakan SSP
Tujuan :
Komplikasi tidsak terjadi
Intervensi :
a. Kolaborasi dalam pemeriksaan tes Coomb pada tali pusat, bilirubin total dan sebagainya
b. Observasi bayi dalam sinar alamiah, perhatikan selera dan mukosa oral, kulit dan sebagainya
c. Beri intake nutrisi yang cukup sesuai kebutuhan
d. Kolaborasi dalam pemberian Mg dan Ca


DAFTAR PUSTAKA

Bobak Irene M dan Jensen Margaret D, Perawatan Maternitas dan Ginekologi II. Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Padjajaran : Bandung 2000
Wiknjosastro Hanifa, DSOG, dr. Prof. Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo : Jakarta 1999
Mochtar Rustam MPH. Dr. Prof. Sinopsis Obstetri Jilid I Edisi 2. penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta 1998
Carpenito Linda J, Buku Saku keperawatan Edisi 6. Penerbit Buku Kedokteran, EGC : Jakarta
Manuaba Ida Bagus Gede DSOG. Dr. Prof. Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana. Penerbit Buku Kedokteran, EGC, Jakarta 1998
Carpenito Linda J, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Edisi 2. Penerbit Buku Kedokteran, EGC : Jakarta 1997
Doengoes Marilyn E. dan Moorhouse Mary Frances. Rencana Perawatan Maternal / Bayi. Penerbit Buku Kedokteran, EGC. Jakarta 2001

Makalah Infark Miokard Akut (IMA)

I. PENDAHULUAN
Infark Miokardium Akut (IMA) adalah nekrosis miokard akibat aliran darah keotot jantung terganggu. Umumnya IMA didasari oleh adanya arterosklerosis pembuluh darah kororner. Nekrosis miokard ini hampir selalu terjadi akibat penyumbatan total arteri korornaria oleh trombus yang terbentuk pada plaque arterosklerosis yang tidak stabil; juga seringkali mengikuti ruptur plague pada arteri koroner dengan stenosis ringan. Kerusakan miokard ini terjadi dari endokardium ke epikardium, menjadi komplit dan irreversibel dalam 3-4 jam dan akan terus mengalami proses injury selama beberapa minggu atau bulan.
Secara morfologis IMA dibedakan atas dua jenis yaitu IMA transmural, yang mengenai seluruh dinding miokard dan terjadi pada daerah distribusi suatu arteri koroner; dan IMA sub-endokardial dimana nekrosis hanya terjadi pada bagian dalam dinding ventrikel dan umumnya berupa bercak-bercak dan tidak konfluens. IMA sub-endokardial dapat regional (terjadi pada distribusi satu arteri koroner) atau difus (terjadi pada distribusi lebih dari satu arteri koroner).

II. ETIOLOGI
Penyebab penurunan suplay darah mungkin disebabkan karena penyempitan kritis arteri koroner karena arterosklerosis atau penyumbatan total arteri oleh emboli ataupun trombus. Penurunan aliran koroner juga dapat diakibatkan oleh adanya shock atau perdarahan. Pada setiap kasus ini selalu terjadi ketidakseimbangan antara suplay dan kebutuhan oksigen dijantung.

III. PATHOFISIOLOGI
Infark Miokard merupakan blok total yang mendadak dari arteri koroner. Lamanya kerusakan miokardial bervariasi dan tergantung pada besarnya daerah yang diperfusi oleh arteri yang tersumbat. Gambaran dari infark miokard ini juga tergantung pada lokasi dan luasnya daerah sumbatan pada arteri koroner.
Dua jenis komplikasi penyakit IMA terpenting adalah komplikasi haemodinamik dan aritmia. Segera setelah terjadi IMA, daerah miokard setempat akan memperlihatkan penonjolan sistolik (diskinesia) dengan akibat penurunan ejection fraction, stroke volume dan peningkatan volume akhir sistolik dan akhir diastolik ventrikel kiri. Tekanan akhir diastolik ventrikel kiri naik akan diikuti oleh kenaikan tekanan akhir atrium, dan pada peningkatan tekanan atrium kiri diatas 25 mmHg yang lama kan menyebabkan transudasi cairan kejaringan interstisium paru (gagal jantung). Perburukan haemodinamik ini bukan saja disebabkan karena daerah yang mengalami infark, tetapi juga daerah yang mengalami iskhemik disekitarnya.
Miokard yang masih relatif baik akan mengadakan kompensasi, khususnya dengan bantuan rangsangan adrenergik, untuk mempertahankan curah jantung tetapi dengan akibat terjadi peningkatan kebutuhan oksigen miokard. Kompensasi ini jelas tidak memadai bila daerah yang bersangkutan juga mengalami iskhemia atau bahkan sudah terjadi fibrotik. Bila infark kecil dan miokard yang harus berkompensasi masih normal, maka perburukan haemodinamika akan minimal, sebaliknya bila infark yang terjadi luas dan miokard yang berkompensasi sudah buruk akibat iskhemia atau infark lama maka akan terjadi peningkatan tekanan akhir diastolik ventrikel kiri dan menyebabkan terjadinya gagal jantung. Sebagai akibat IMA sering terjadi perubahan bentuk serta ukuraan ventrikel kiri dan ketebalan ventrikel baik yang terkena infark maupun yang tidak. Perubahan tersebut menyebakan remodelliong ventrikel yang nantinya akan mempengaruhi fungsi ventrikel yaitu timbulnya aritmia.
Perubahan-perubahan hemodinamik IMA ini tidak statis. Bila IMA makin membaik, maka fungsi jantung akan membaik walaupun tidak diobati. Hal ini disebabkan karena daerah-daerah yang sebelumnya terjadi iskhemia mengalami perbaikan. Daerah-daerah tersebut akan mengalami akinetik, karena terbentuk jaringan parut yang kaku. Sebaliknya perburukan hemodinamik akan terjadi bila iskhemia berkepanjangan atau infark meluas, karena akan timbul penyulit mekanis seperti ruptur septum ventrikel, regurgitasi mitral akut dan anurisma ventrikel akan memperburuk faal hemodinamik jantung.
Aritmia merupakan penyulit IMA yang terjadi terutama pada saat-saat pertama setelah serangan. Hal ini disebabkan oleh adanya perubahan-perubahan masa refrakter, daya hantar rangsang dan kepekaan terhadap rangsangan. Sisten syaraf otonom juga berperan besar terhadap terjadinya aritmia karena pasien IMA umumnya mengalami peningkatan tonus parasimpatis dengan kecenderungan bradiaritmia meningkat, sedangkan peningkatan tonus simpatis pada IMA inferior akan mempertinggi kecenderungan terjadinya fibrilasi ventrikel dan perluasan infark.

IV. MANIFESTASI KLINIS
Banyak penelitian yang menunjukan pasien dengan infark miokard biasanya pria, diatas 40 tahun dan meengalami arterosklerosis pada pembuluh koronernya, sering disertai hipertensi arterial. Serangan juga terjadi pada wanita dan priaa muda diawal 30-an atau bahkan 20-an. Wanita yang memakai kontrasepsi pil dan kebiasaan merokok memepunyai resiko tinggi.
Keluhan yang khas adalah nyeri dada retrosternal, seperti diremas-remas, ditekan, ditusuk, panas atau ditindih barang berat. Nyeri dapat menjalar kelengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan kepunggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lebih lama dari angina pektoris biasa dan tak responsif terhadap nitrogliserin. Kadang-kadang, terutama pada pasien dengan diabetes dan orang tua tidak ditemukan nyeri sama sekali. Nyeri dapat disertai perasaan mual, muntah, sesak, pusing, keringat dingin, berdebar-debar, atau sinkope dan pasien sering tampak ketakutan.
Walau IMA dapat merupakan manifestasi pertama penyakit jantung koroner, namun bila anamnese dilakukan dengan teliti hal ini sering sebenarnya sudah didahului dengan keluhan-keluhan angina, perasaan tidak enak didada, atau epigastrium. Kelainan pada pemeriksaan jasmani tidak ada yang karakteristik dan dapat normal. Dapat ditemukan BJ 2 yang pecah paradoksal, irama gallop. Adanya krepitasi basal merupakan tanda bendungan pada paru-paru. Tachicardia, kulit yang pucat, dingin, dan hipotensi ditemukan pada kasus yang relatif lebih berat, kadang-kadang ditemukan pulsasi diskinetik yang nampak atau teraba didinding dada pada IMA interior.

V. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
 Riwayat pasien; pengambilan riwayat pasien dilakukan dengan dua tahap :
1) Riwayat penyakit sekarang.
2) Riwayat penyakit dahulu, serta riwayat kesehatan keluarga, khususnya yang berhubungan dengan insiden penyakit jantung dalam keluarga.
 Elektrokardiogram (EKG), memberi informasi tentang elktrofisiologi jantung.
 Ekokardiogram, digunakan untuk evaluasi lebih jauh mengenai fungsi jantung, khususnya ventrikel.
 Enzim dan Isoenzim serum. Pemeriksaan rangkaian enzim meliputi kreatininkinase dan laktat dehidrogenase.

VI. PENATALAKSANAAN
Tujuannya adalah memperkecil kerusakan jantung sehingga mengurangi kemungkinan terjadinya komplikasi. Kerusakan jantung diperkecil dengan cara segera mengembalikan keseimbangan antara kebutuhan dan suplay oksigen jantung. Therapi obat-obatan, pemberian oksigen dan tirah baring dilakukan secara bersamaan untuk tetap mempertahankan fungsi jantung.
Ada tiga kelas obat-obatan yang biasa digunakan untuk meningkatkan supaly oksigen yaitu :
 Vasodilator
Vasodilator pilihan yang digunakan untuk mengurangi nyeri jantung adalah Nitrogliserin (NTG) intravena. NTG menyebabkan dilatasi arteri dan vena yang mengakibatkan pengumpulan darah diperifer, sehingga menurunkan jumlah darah yang kembali kejantung (pre load) dan mengurangi beban kerja (work load) jantung.

 Antikoagulan
Heparin adalah antikoagulan pilihan untuk membantu mempertahankan integritas jantung. Heparin memperpanjang waktu pembekuan darah sehingga dapat menurun kan kemungkinan pembentukan trombus dan selanjutnya menurunkan aliran darah.
 Tranbolitik
Tujuan pemberian obat ini adalah untuk melarutkan setiap trombus yang telah terbentuk diarteri koroner, memperkecil penyumbatan, dan juga luasnya infark.

VII. ASUHAN KEPERAWATAN
 Pengkajian
a. Sirkulasi
- Tekanan darah: dapat normal, naik-turun, perubahan postular dicatat dari tempat tidur/berdiri.
- Nadi: dapat normal penuh/tak kuat, lemah/kuat kualitasnya dengan pengisian kapiler lambat, tidak teratur (disritmia) mungkin terjadi.
- Bunyi jantung: Bunyi jantung ekstra S3/S4 mungkin menunjukan gagal jantung, penurunan kontraktilitas atau komplain ventrikel.
- Murmur: Bila ada menunjukan gagal katup atau disfungsi otot kapiler.
- Irama jantung : Dapat teratur/tidak
- Edema: Distensi vena jugular, edema dependen/perifer, krekels mungkin ada dengan gagal jantung/ventrikel.
- Warna: Pucat
b. Aktivitas
- Kelemahan: gelisah
- Tachikardia: dispose pada saat aktivitas/istirahat
c. Pernapasan
- Dispnea pada saat/tanpa kerja
- Riwayat merokok
- Peningkatan frekuensi pernapasan
- Pucat
- Bunyi napas: bersih atau krekel/mengi
- Sputum: bersih
d. Ketidaknyamanan
- Nyeri dada yang timbul mendadak (dapat/tidak berhubungan dengan aktivitas) tidak hilang dengan istirahat
- Lokasi: tipikal pada dada anterior, sub strenal prekorda dapat menyebar ketangan, leher, rahang. Tidak tentu lokasinya seperti epigastrium, siku, rahang, abdomen dan punggung.
- Kualitas: menyempit berat, menetap, tertakan.
- Intensitas biasanya 10 pada skala 1:10 mungkin pengalaman nyeri yang paling buruk yang pernah dialami.
- Wajah meringis, perubahan postur tubuh.
- Menangis, merintih.
- Menarik diri
- Respon otomatik: perubahan frekuensi/irama jantung, tekanan darah, pernapasan dan warna kulit.
e. Makanan/Cairan
- Mual/kehilangan napsu makan.
- Kulit kering dan berkeringat.
- Muntah.
- Penurunan berat badan.
f. Eliminasi
- Produksi urine berkurang
- Bunyi usus menurun
g. Neurosensori
- Pusing, berdenyut selama tidur atau pada saat bangun.
- Perubahan mental
- Kelemahan

 Diagnosa Keperawatan
(1) Nyeri dada berhubungan dengan Iskhemia jaringan jantung
(2) Gangguan intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay oksigen.
(3) Kecemasan berhubungan dengan rasa takut akibat perubahan status kesehatan.
(4) Resiko tinggi menurunnya curah jantung berhubungan dengan kerusakan jaringan mikard.

 Analisa Data dan Intervensi
(1) Nyeri dada berhubungan dengan Iskhemia jaringan jantung, ditandai dengan:
DS : Keluhan nyeri pada dada.
DO : Wajah meringis
Gelisah
Perubahan nadi
Perubahan tekanan darah
Perubahan postur tubuh
Tujuan : Nyeri dada hilang dengan kriteria hasil :
- Klien tidak mengeluh nyeri
- Ekspresi wajah rileks
- Tidak gelisah
- Postur tubuh baik
- Nadi normal 60 kali/menit
- Tekanan darah normal 120/90 mmHg
Intervensi :
- Pantau karakteristik nyeri, laporan verbal, petunjuk non verbal dan respon hemodinamik (gelisah, berkeringat, napas cepat, tekanan darah, frekuensi jantung)
Rasional : Untuk membandingkan nyeri yang ada, riwayat verbal dan penyelidikan lebih dalam terhadap faktor pencetus harus ditindak agar nyeri hilang.
- Anjurkan klien untuk melaporkan saat nyeri dirasakan
Rasional : Penundaan pelaporan nyeri menghambat peredaran nyeri dan memerlukan peningkatan dosis.
- Beri lingkungan yang tenang/ataur posisi yang nyaman
Rasional : Menurunkan rangsangan eksternal dimana ansietas dan regangan jantung serta keterbatasan koping.
- Bantu klien untuk melakukan teknik relaksasi
Rasional : Membantu dalam menurunkan persepsi/respon nyeri, memberikan kontrol situasi, meningkatkan kemampuan koping.
- Berikan oksigen dengan kanule atau masker
Rasional : Meningkatkan jumalh oksigen yang ada untuk pemakaian miokardial, mengurangi ketidaknyamanan.
- Kolaborasi pemberian obat analgesik
Rasional : Menurunkan nyeri hebat, memberikan sedasi dan mengurangi kerja miokard.

(2) Gangguan intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan suplay oksigen dengan kriteria :
DS : Keluhan gangguan frekuensi jantung.
DO : Gangguan frekuensi jantung
Perubahan tekanan darah
Terjadinya disritmia
Nyeri dada
Perubahan warna kulit
Sesak
Lelah
Tujuan : Aktivitas terpenuhi dengan kriteria hasil :
- Peningkatan toleransi aktivitas
- Frekuensi jantung normal
- Tekanan darah normal
- Nyeri berkurang
- Kulit hangat, merah muda
- Frekuensi pernapasan normal
- Tidak lelah
Intervensi :
- Catat frekuensi jantung, irama dan perubahan tekanan darah sebelum, selama dan sesudah aktivitas.
Rasional : Kecenderungan menentukan respon pasien terhadap aktivitas dan dapat mengidentifikasikan penurunan oksigen miokardial yanmg memerlukan penurunan tingkat aktivitas.
- Tingkatkan istirahat / batasi aktivitas.
Rasional : Menurunkan kerja miokardial / konsumsi oksigen menurunkan resiko komplikasi.
- Anjurkan klien menghindarkan peningkatan tekanan abdomen.
Rasional : Aktivitas yang memerlukan menahan napas dan menunduk dapat mengakibatkan bradikardi dan juga menurunkan curah jantung dan tachikardia dan peningkatan tekanan darah.
- Jelaskan pola peningkatan bertahap dan tingkat aktivitasnya.
Rasional : Aktivitas yang maju memberikan kontrol jantung meningkatkan regangan dan mencegah aktivitas yang berlebihan.

(3) Kecemasan berhubungan dengan rasa takut akibat perubahan status kesehatan dengan kriteria :
DS : Klien bertanya tentang keadaannya.
DO : Ketakutan
Tegang
Gelisah
Prilaku menentang
Tujuan : Cemas hilang dengan kriteria hasil :
- Tidak takut
- Tidak gelisah
- Ekspresi wajah ceria
- Prilaku berkerja sama

Intervensi :
- Identifikasi dan ketahui persepsi pasien terhadap ancaman / situasi.
Rasional : Koping terhadap nyeri dan trauma emosi sulit pasien dapat takut mati atau/cemas akan berkelanjutan.
- Catat adanya kegelisahan, menolak/menyangkal.
Rasional : Peningkatan terhadap frekuensi hidup antara individu dan dampak penolakan telah berarti dua.
- Mempertahankan rasa percaya.
Rasional : Pasien dan orang terdekat dapat dipengaruhi oleh cemas/ketidaktenangan anggota tim kesehatan.
- Kaji tanda verbal dan normal pernapasan.
Rasional : Pasien mungkin tidak menimbulkan masalah secara langsung tetapi kata-kata, tindakan dapat menunjukan rasa agitasi, marah dan gelisah. Intervensi dapat membantu pasien meningkatkan kontrol terhadap prilakunya sendiri.
- Orientasikan pasien pada orang terdekat terhadap prosedur rutin dan aktivitas yang diterapkan.
Rasional : Perkiraan dan informasi dapat menurunkan kecemasan pasien.
- Dorong pasien/orang terdekat untuk mengkomunikasikan dengan seseorang berbagai pertanyaan dan masalah.
Rasional : Berbagai informasi membentuk dukungan dan kenyamanan dan dapat menghilangkan tegangan terhadap kekuatiran yang tidak diekspresikan.

(4) Resiko tinggi menurunnya curah jantung berhubungan dengan kerusakan jaringan miokard dengan kriteria :
DS : -
DO : Perubahan frekuensi, irama dan konduksi jantung
Peningkatan tahanan vasculer sistemik (TVS)
Disritmia
Perubahan tekanan darah
Produksi urine menurun
Dispnea
Tujuan : curah jantung baik dengan kriteria hasil :
- Frekuensi/irama jantung normal
- TVS normal
- Disritmia hilang
- Produksi urine normal
- Tidak dispnea
Intervensi :
- Auskultasi tekanan darah.
Rasional : Hipotensi dapat terjadi sampai dengan disfungsi ventrikel, hipoperfusi miokardial dan rangsangan vegal. Hipertensi juga merupakan fenomena umum kemungkinan berhubungan dengan nyeri, cemas, pengeluaran katekolamin atau masalah vascular sebelumnya, hipotensi artostatik mungkin berhubungan dengan komplikasi infark miokard.
- Evaluasi kualitas, kesamaan nadi.
Rasional : Penurunan curah jantung mengakibatkan menurunnya kelemahan.kekuatan nadi.
- Catat terjadinya S3 dan S4.
Rasional : S3 biasanya dihubungkan dengan BJ koroner tetapi yang terlihat pada gagal jantung dan kelebihan kerja ventrikel kiri yang disertai infark berat. S4 mungkin berhubungan dengan iskhemia miokard kekakuan ventrikel, hipertensi pulmonal sistemik.
- Pantau adanya murmur.
Rasional : Menunjukan gangguan aliran darah normal dalam jantung, katup tak baik, kerusakan septum dan fibrasi otot kapiler/ korda mandinea, adanya gesekan dengan infakr juga berhubungan dengan inflamasi.
- Auskultasi bunyi napas.
Rasional : Krekels menunjukan kongesti paru yang mungkin terjadi karena penurunan fungsi miokard.
- Pantau frekuensi jantung, irama, disritmia.
Rasional : Frekuensi dan irama jantung berespon terhadap obat dan aktivitas sesuai dengan terjadinya komplikasi/disritmia (khususnya kontraksi ventrikel prematur atau blok jantung berlanjut) yang mempengaruhi fungsi jantung.
- Catat respon terhadap dan peningkatan istirahat dengan cepat.
Rasional : Kelelahan latihan meningkatkan konsumsi/kebutuhan oksigen daan mempengaruhi fungsi miokard.
- Berikan pispot disamping tempat tidur bila tidak mampu kekamar kecil.
Rasional : Mengupayakan penggunaan bedpan dapat melahkan dan secara psikologis penuh stres, juga meningkatkan oksigen dan kerja jantung.
- Berikan makanan kecil/mudah dikunyah.
Rasional : Makanan dalam jumlah besar dapat meningkatkan kerja miokardium dan menyebabkan rangsangan yang mengakibatkan bradikardia/denyut ektopik. Cafein adalah perangsang langsung pada jantung yang dapat meningkatkan frekuensi jantung.
- Berikan oksigen.
Rasional : Meningkatkan jumlah sediaan oksigen untuk kebutuhan miokard, menurunkan iskhemia dan disritmia lanjut.
- Kaji ulang EKG
Rasional : memberikan informasi sehubungan dengan kemajuan/perbaikan infark status fungsi ventrikel, keseimbangan elektrolit dan efek terapi obat.













PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian tersebut diatas maka dapat disimpulkan beberapa hal yaitu sebagai berikut :
 Infark Miokard Akut (IMA) mengacu pada proses rusaknya jaringan jantung akibat suplay oksigen yang tidak adekuat sehingga aliran darah koroner berkurang. Penurunan suplay oksigen kejantung ini dapat disebabkan karena penyempitan arteri koroner oleh embolus atau karena arterosklerosis.
 Gambaran klinis dari IMA bergantung pada lokasi atau tempat terjadinya sumbatan. Sumbatan pada arteri koroner kanan dapat menyebabkan infark dinding inferior atau posterior, sedangkan sumbatan pada aarteri koroner kiri dapat menyebabkan infark dinding lateral dan anterior.
 Hal-hal yang perlu dikaji pada infark miokard adalah keadaan sirkulasi, aktivitas, pernapasan, ketidaknyamanan, makanan/cairan, neurosensori dan eliminasi.
 Masalah keperawatan yang dapat timbul pada IMA adalah Nyeri, gangguan intoleransi aktivitas, kecemasan dan resiko tinggi menurunnya curah jantung.

B. Saran
Semoga makalah ini memberikan wawasan kepada kita tentang infark miokard sebagai salah satu kasus kegawat daruratan, dan kepada ibu dosen pembimbing mata kuliah ini kiranya dapat memberikan masukan, kritik dan saran guna melengkapi pengetahuan tentang infark miokard akut terutama yang berkaitan dengan kasus kegawat daruratan kardiovasculer dan langkah-langkah yang perlu ditempuh dalam menghadapi masalah kegawat daruratan ini.





DAFTAR PUSTAKA


1. Persatuan Ahli Penyakit Dalam Indonesia, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Balai Penerbit FKUI, 1996, Jakarta.
2. Silvia & Wilson, Pathofisiologi (Konsep Klinis Proses-proses Penyakit), EGC, 1995, Jakarta.
3. Brunner & Suddarth, Keperawatan Medikal Bedah, EGC, 2002, Jakarta.
4. Staf Pengajar Patologi Anatomi, Patologi, Bagian Patologi Anatomi FKUI, Jakarta.