KumpuLan berbagai Asuhan Keperawatan

WeLcome to my bLog.
Semoga blog yan berisi asuhan-asuhan keperawatan dengan berbagai masalah ini, dapat membantu dan bermanfaat bagi teman-teman sekalian...

Comment yang membangun saya nantikan dari para pembaca, demi kebaikan posting-posting asuhan keperawatan ke depan...

Terima kasih, GBUs...

KumpuLan berbagai Asuhan Keperawatan

WeLcome to my bLog.
Semoga blog yan berisi asuhan-asuhan keperawatan dengan berbagai masalah ini, dapat membantu dan bermanfaat bagi teman-teman sekalian...

Comment yang membangun saya nantikan dari para pembaca, demi kebaikan posting-posting asuhan keperawatan ke depan...

Terima kasih, GBUs...

Sabtu, 05 Maret 2011

Kejang Demam

A. KONSEP DASAR MEDIK
1. Anatomi Fisiologi
Sistem persyarafan terdiri dari sel-sel syaraf (neuron) yang tersusun membentuk sistem saraf pusat dan sistem saraf perifer. Sistem saraf pusat (SSP) terdiri atas otak dan medula spinalis sedangkan sistem saraf tepi (perifer) merupakan susunan saraf diluar SSP yang membawa pesan dari sistem saraf pusat.
Stimulasi atau rangsangan yang diterima oleh tubuh baik yang bersumber dari lingkungan internal maupun eksternal menyebabkan berbagai perubahan dan menuntut tubuh untuk mampu mengadaptasinya sehingga tubuh tetap simbang. Upaya tubuh untuk mengadaptasi berlangsung melalui kegiatan sistem saraf disebut sebagai kegiatan refleks. Bila tubuh tidak mampu mengadaptasinya maka akan terjadi kondisi yang tidak seim`bang atau sakit.
Stimulus diterima oleh reseptor (penerima rangsang) sistem saraf yang selanjutnya akan dihantarkan oleh sistem saraf tepi ke sistem saraf pusat. Di sistem saraf pusat impuls diolah untuk kemudian meneruskan jawaban (respon) kembali melalui sistem saraf tepi menuju efektor yang berfungsi sebagai pencetus jawaban akhir. Jawaban yang terjadi dapat berupa jawaban yang dipengaruhi oleh kemauan (volunter) dan jawaban yang tidak dipengaruhi oleh kemauan (anvolunter)
Jawaban yang volunter melibatkan sistem saraf somatis sedangkan yang involunter melibatkaan sistem saraf otonom. Yang berfungsi sebagai efektor dari sistem saraf somatik adalah otot rangka sedangkan untuk sistem saraf otonom, efektornya adalah otot polos, otot jantung dan kelenjer sebasea.
Secara garis besar sistem saraf mempunyai empat fungsi tentang :
1. Menerima informasi dari dalam maupun dari luar tubuh melalui saraf sensory (afferent sensory pathway)
2. Mengkomunikasikan informasi antara sistem saraf perifer dan sistem saraf pusat
3. Mengelola informasi yang diterima baik ditingkat medulla spinalis maupun di otak untuk selanjutnya menentukan jawaban atau respon
4. Menghantarkan jawaban secara cepat melalui saraf motorik ke organ-organ tubuh sebagai kontrol atau modifikasi dari tindakan

Sel Saraf Neuron
Merupakan sel tubuh yang berfungsi mencetuskan dan menghantarkan impuls listrik. Neuron merupakan unit dasar dan fungsional sistem saraf yang mempunyai sifat exitability artinya siap memberi respon apabila terstimulasi. Satu sel saraf mempunyai badan sel (soma) yang mempunyai satu atau lebih tonjolan (dendrit). Tonjolan-tonjolan ini keluar dari sitoplasma sel saraf. Satu atau dua ekspansi yang sangat panjang disebut akson. Serat saraf adalah akson dari neuron.
Dendrit dan badan sel saraf berfungsi sebagai pencetus impuls, sedangkan akson berfungsi sebagai pembawa impuls. Sel-sel saraf membentuk mata rantai yang panjang dari perifer ke pusat dan sebaliknya, dengan demikian impuls dihantarkan secara berantai dari satu neuron ke neuron lainnya. Tempat diman terjadi antara satu neuron dan neuron lainnya disebut sinaps. Penghantaran impuls dari satu neuron ke neuron lainnya belangsung dengan perantaraan zat kimia
Sistem Saraf Pusat
Sistem saraf pusat terdiri atas otak dan medula spinalis. Dibungkus oleh selaput meningaen yang berfungsi umtuk melindungi CNS. Meningen terdiri dari 3 lapisan yaitu duramater, arachnoid, dan piamater. Secara fisiologis SSP berfungsi intuk interpretasi, integrasi, koordinasi, dan insiasi berbagai impuls saraf
Otak, terdiri dari otak besar (cerbelum), otak kecil (cerebrum), dan batang otak (brainstem). Otak merupakan jaringan yang paling banyak menggunakan energi yang didukung oleh metabolisme oksidasi glukosa. Kebutuhan oksigen dan glukosa relatif konstan, hal ini disebabkan oleh karena metabolisme otak yang merupakan proses yang-terus menerus tanpa periode istirahat yang berarti. Bila kadar oksigen dan glukosa kurang dalam jaringan otak maka metabolisme akan terganggu dan jaringan saraf akan mengalami kerusakan.
Medula spinalis merupakan perpenjangan dari medula oblongata yang mempunyai fungsi sebagai berikut :
1. Pusat gerakan otot tubuh terbesar yaitu kornu motorik atau kornu ventralis
2. Mengurus kegiatan refleks spinalis dan refleks lutut
3. Menghantarkan rangsangan koordinasi otot dan sendi menuju cerebellum
4. Mengadakan komunikasi antara otak dan semua bagian tubuh.

2. Pengertian
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh (suhu rectal diatas 38oc) yang disebabkan oleh suatu proses ekstracranial (mansjoer, 2000)
Kejang demam sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-anak usia di bawah 5 tahun. Kejang ini disebabkan oleh adanya suatu awitan hypertermia yang timbul mendadak pada infeksi bakteri atau virus. (Sylvia A. Price, Latraine M. Wikson, 1995).
Kejang demam adalah terbebasnya sekelompok neuron secara tiba-tiba yang mengakibatkan suatu kerusakan kesadaran, gerak, sensasi atau memori yang bersifat sementara (Hudak and Gallo,1996).
Dari pengertian diatas dapat disimpulkan kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh yaitu 380 C yang sering di jumpai pada usia anak dibawah lima tahun.


Klasifikasi kejang demam;
1. Menurut Ngastiyah ( 1997: 231), klasikfikasi kejang demam adalah
Kejang demam sederhan yaitu kejang berlangsung kurang dari 15 menit dan umum. Adapun pedoman untuk mendiagnosa kejang demam sederhana dapat diketahui melalui criteria Livingstone, yaitu :
a. umur anak ketika kejang antara 6 bulan sampai 4 tahun
b. kejang berlangsung hanya sebentar, tidak lebih dari 15 menit.
c. Kejang bersifat umum
d. Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbul demam.
e. Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kjang normal
f. Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya 1 minggu sesudah suhu normal tidak menunjukan kelainan.
g. Frekuensi kejang bangkitan dalam 1 tahun tidak melebihi 4 kali
2. Kejang kompleks (epilepsi yang dicetuskan oleh demam)
Kejang kompleks adalah tidak memenuhi salah satu lebih dari ketujuh criteria Livingstone. Menurut Mansyur ( 2000: 434) biasanya dari kejang kompleks diandai dengan:
a. kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit
b. usia penderita lebih dari 6 tahun saat serangan kejang demam pertama
c. frekuensi serangan kejang melebihi 4 kali dalam satu tahun
d. kejang berlangsung lama atau bersifat fokal atau multiple ( lebih dari 1 kali dalam 24jam)
Di sini anak sebelumnya dapat mempunyai kelainan neurology atau riwayat kejang dalam atau tanpa kejang dalam riwayat keluarga.
Kejang yang merupakan pergerakan abnormal atau perubahan tonus badan dan tungkai dapat diklasifikasikan menjadi 3 bagian yaitu : kejang, klonik, kejang tonik dan kejang mioklonik.

a. Kejang Tonik
Kejang ini biasanya terdapat pada bayi baru lahir dengan berat badan rendah dengan masa kehamilan kurang dari 34 minggu dan bayi dengan komplikasi prenatal berat. Bentuk klinis kejang ini yaitu berupa pergerakan tonik satu ekstrimitas atau pergerakan tonik umum dengan ekstensi lengan dan tungkai yang menyerupai deserebrasi atau ekstensi tungkai dan fleksi lengan bawah dengan bentuk dekortikasi. Bentuk kejang tonik yang menyerupai deserebrasi harus di bedakan dengan sikap epistotonus yang disebabkan oleh rangsang meningkat karena infeksi selaput otak atau kernikterus
b. Kejang Klonik
Kejang Klonik dapat berbentuk fokal, unilateral, bilateral dengan pemulaan fokal dan multifokal yang berpindah-pindah. Bentuk klinis kejang klonik fokal berlangsung 1 – 3 detik, terlokalisasi dengan baik, tidak disertai gangguan kesadaran dan biasanya tidak diikuti oleh fase tonik. Bentuk kejang ini dapat disebabkan oleh kontusio cerebri akibat trauma fokal pada bayi besar dan cukup bulan atau oleh ensepalopati metabolik.
c. Kejang Mioklonik
Gambaran klinis yang terlihat adalah gerakan ekstensi dan fleksi lengan atau keempat anggota gerak yang berulang dan terjadinya cepat. Gerakan tersebut menyerupai reflek moro. Kejang ini merupakan pertanda kerusakan susunan saraf pusat yang luas dan hebat. Gambaran EEG pada kejang mioklonik pada bayi tidak spesifik.
3. Etiologi
Penyebab kejang demam yang sering ditemukan adalah :
Faktor predisposisi :
1. Keturunan, orang tua yang memiliki riwayat kejang sebelumnya dapat diturunkan pada anakmya.
2. Umur, (lebih sering pada umur < 5 tahun), karena sel otak pada anak belum matang sehingga mudah mengalami perubahan konsentrasi ketika mendapat rangsangan tiba-tiba.
Faktor presipitasi
1. Adanaya proses infeksi ekstrakranium oleh bakteri atau virus misalnya infeksi saluran pernapasan atas, otitis media akut, tonsilitis, gastroenteritis, infeksi traktus urinarius dan faringitis.
2. Ketidak seimbangan ion yang mengubah keseimbangan elektrolit sehingga mengganggu homeostatis kimiawi neuron sehingga terjadi kelainan depolarisasi neuron misalnya hiponatremia, hipernatremia, hipoglikemia, hipokalsemia, dan hipomagnesemia.
3. Kejang demam yang disebabkan oleh kejadian perinatal (trauma kepala, infeksi premature, hipoksia) yang dapat menyebabkan kerusakan otak.
Menurut staf pengajar ilmu kesehatan anak FKUI (1985: 50), faktor presipitasi kejang demam: cenderung timbul 24 jam pertama pada waktu sakit demam atau dimana demam mendadak tinggi karena infeksi pernafasan bagian atas. Demam lebih sering disebabkan oleh virus daripada bakterial.
4. Patofisiologi
Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel / organ otak diperlukan energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah glucose,sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi paru-paru dan diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler.
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksida dan air. Sel dikelilingi oleh membran sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dengan mudah dapat dilalui oleh ion Kalium (K+). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya,karena itu terdapat perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel. Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis, kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran sendiri karena penyakit/keturunan.
Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi difusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat terjadinya lepasnya muatan listrik.
Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang. Kejang yang yang berlangsung singkat pada umumnya tidak berbahaya dan tidak meninggalkan gejala sisa tetapi kejang yang berlangsung lama lebih 15 menit biasanya disertai apnea, NA meningkat, kebutuhan O2 dan energi untuk kontraksi otot skeletal yang akhirnya terjadi hipoxia dan menimbulkan terjadinya asidosis.
5. Manifestasi klinik
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat, yang disebabkan oleh infeksi di luar susunan saraf pusat : misalnya tonsilitis, otitis media akut, ISPA, UTI, serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik.
6. Pemeriksaan Diagnostik
Adapun pemeriksaan yang dapat dilakukan pada pasien kejang demam antara lain :
a) Pemeriksaan Laboratorium
Elektrolit
Tidak seimbang dapat berpengaruh atau menjadi predisposisi pada aktivitas kejang
Glukosa
Hipoglikemia ( normal 80 - 120)
Ureum / kreatinin
Meningkat (ureum normal 10 – 50 mg/dL dan kreatinin normal =< 1,4 mg/dL)
Sel Darah Merah (Hb)
Menurun ( normal 14-18 g/dl, 12-16 g/dl )
Lumbal punksi
Tes ini untuk memperoleh cairan cerebrospinalis dan untuk mengetahui keadaan lintas likuor. Tes ini dapat mendeteksi penyebab kejang demam atau kejang karena infeksi pada otak.
- Pada kejang demam tidak terdapat gambaran patologis dan pemeriksaan lumbal pungsi
- Pada kejang oleh infeksi pada otak ditemukan :
1) Warna cairan cerebrospinal : berwarna kuning, menunjukan pigmen kuning santokrom
2) Jumlah cairan dalam cerebrospinal menigkat lebih dari normal (normal bayi 40-60ml, anak muda 60-100ml, anak lebih tua 80-120ml dan dewasa 130-150ml)
3) Perubahan biokimia : kadar Kalium menigkat ( normal dewasa 3.5-5.0 mEq/L, bayi 3.6-5.8mEq/L)
b) EEG (electroencephalography)
EEG merupakan cara untuk merekam aktivitas listrik otak melalui tengkorang yang utuh untuk menentukan adanya kelainan pada SSP, EEG dilakukan sedikitnya 1 minggu setelah suhu normal. Tidak menunjukkan kelainan pada kejang demam sederhana, gelombang EEG yang lambat di daerah belakang dan unilateral menunjukkan kejang demam kompleks

c) CT Scan
Tidak dianjurkan pada kejang demam yang beru terjadi pada pertama kalinya
d) Pemeriksaan Radiologis
1) Foto tengkorak diperhatikan simetris tulang tengkorak, destruksi tulang peningkatan tekanan intrakranial
2) Pneumonsefalografi dan ventrikulografi dilakukan atas indikasi tertentu yaitu untuk melihat gambaran sistem ventrikal, rongga subaraknoid serta gambaran otak sehingga dapat diketahui adanya atrofi otak, tumor serebri, hidrosefalus araknoiditis
3) Arteriografi untuk melihat keadaan pembuluh darah di otak, apakah ada penyumbatan atau peregangan.

7. Penatalaksanaan Medik
Pada penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu :
1. Pengobatan Fase Akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar oksigennisasi terjamin. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu, pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air dan pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB≤10 kg) atau 10 mg(BB≥10kg) bila kejang tidak berhenti dapat diulang selang 15 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit. Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl fisiologis karena fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk neonatus 30 mg, bayi 1 bulan -1 tahun 50 mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jama kemudian diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10 mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5 mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi 200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan depresi pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis 4-8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
2. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik kejang demam sederhana maupun kejang epilepsi yang diprovokasi oleh demam biasanya ISPA dan otitis media akut. Pemberian antibiotika yang tepat dan adekuat utnuk mengobati infeksi tersebut. Biasanya dilakukan pemeriksaan fungsi lumbal untuk mengetahui faktor resiko infeksi di dalam otak, misalnya: meningitis. Apabila menghadapi penderita dengan kejang demam lama, pemeriksaan yang intensif perlu dilakukan, seperti: pemeriksaan darah lengkap.
3. Pengobatan rumat
Pengobatan ini dibagi atas 2 bagian:
1. Pengobatan profilaksis intermiten: untuk mencegah terulangnya kejadian demam dikemudian hari, orang tua atau pengasuh harus cepat mengetahui bila anak menderita demam. Disamping pemberian antipiretik, obat yang tepat untuk mencegah kejang waktu demam adalah diazepam intrarektal. Diberiakan tiap 12 jam pada penderita demam dengan suhu 38,5oC atau lebih. Dosis Diazepam diberikan 5 mg untuk anak kurang dari 3 tahun dan 7,5 mg untuk anak lebih dari 3 tahun atau dapat diberikan Diazepam oral 0,5 mg/kgBB pada waktu penderita demam (berdasarkan resep dokter).
2. Pengobatan profilaksis jangka panjang yaitu dengan pemberian antikonvulsan tiap hari. Hal ini diberikan pada penderita yang menunjukkan hal berikut;
a. Sebelum kejang demam penderita sudah ada kelainan neurologis atau perkembangannya
b. Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal atau diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap
c. Riwayat epilepsi pada orang tua atau saudara kandung
d. Kejang demam pada bayi atau kejang multipel pada satu episode demam.
Profilaksis jangka panjang setiap hari dengan fenobarbital 4-5mg.kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis selama 1-2 tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan

8. Komplikasi
• Epilepsi
Terjadi akibat adanya kerusakan pada daerah lobus temporalis yang berlangsung lama dan dapat menjadi matang
• Retardasi mental
Terjadi pada pasien kejang demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau kelainan neurologis
• Hemiparese
Biasanya terjadi padaa pasien yang mengalemi kejang lama (berlangsung lebih dari 30 menit)
• Gagal pernapasan
Akibat dari ektivitas kejang yang menyebabkan otot-otot pernapasan menjadi spasme
• Kematian
1. Pengkajian
a. Pola persepsi kesehatan dan pemeliharaan kesehatan
adanya riwayat keluarga dengan kejang demam, kejang terjadi pada usia 2-5 tahun, adanya riwayat infeksi, lemah, badan/kulit teraba panas, kejang kurang dari 5 menit, kehilangan kesadaran, sianosis
b. Pola nutrisi dan metabolik
Mual dan muntah berhubungan dengan aktivitas kejang, nafsu makan menurun, berat badan menurun, membrane mukosa kering, konjungtiva tampak anemis, dan suhu tubuh meningkat
c. Pola eliminasi
Frekuensi meningkat konsistensi cair, diare
d. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan umum, kehilangan kesadaran singkat, gerakan infolunter/kontraksi otot, kaku, penurunan tonus otot
e. Pola persepsi dan konsep diri
Perasaan cemas, ketakutan dengan kondisi anak dikemudian hari
f. Pola sistem nilai dan kepercayaan
Nilai keyakinan mungkian meningkat seiring kebutuhan untuk mendapat sumber kesembuhan dari Tuhan

2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul:
a. Hipertermi b/d adanya proses infeksi
b. Resiko tinggi cedera fisik b/d aktifitas motorik yang meningkat (kejang)
c. Resiko tinggi pola nafas tidak efektif b/d penurunan neuromuscular
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d intake yang kurang
e. Resiko tinggi perubahan volume cairan kurang dari kebutuhanan tubuh b/d pengeluaran yang berlebihan
f. Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan ke otak b/d penurunan suplai O2

3. Intervensi Keperawatan
a. Hipertermi b/d adanya proses infeksi
HYD: suhu normal 36oC – 37oC pada klien dalam jangka waktu 2 hari
Intervensi:
1. Kaji penyebab hipertermi
R/ hipertermi merupakan salah satu gejala/kompensasi tubuh terhadap adanya infeksi baik secra lokal maupun secara sistematik
2. Observasi TTV
R/ pada klien hipertermi terjadi kenaikan TTV terutama suhu, nadi, pernapasan. Hal ni disebabkan karana metabolisma tubuh meningkat.
3. Beri kompres hangat pada bagian dahi atau ketiak
R/ daerah dahi dan aksila merupakan jaringan tipis dan terdapat pembulu darah sehingga proses vasodilatasi pembuluh darah lebih cepat sehinggga pergerakan-pergerakan molekul cepat sehinga evaporasi meningkat dengan cepat
4. Beri minum sedikit-sedikit tapi sering
R/ untuk mengganti cairan yang hilang dan untuk mempertahankan cairan di dalam tubuh
5. Pakaikan pakaian yang tipis yang dapat menyerap keringat
R/ pakaian yang tipis dapat membantu mempercepat proses evaporasi
6. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat antipiretik
b. Resiko tinggi cedera fisik b/d aktifitas motorik yang meningkat (kejang)
HYD: lidah tidak tergigit dan jatuh ke belakang
Intevensi
1. Jelaskan pada keluarga akibat-akibat yang terjadi sat kejang berulang (lidah tergigit)
R/ panjelasan yang baik dan tepat sangat penting untuk meningkatkan pengetahuan dalam mengatasi kejang (lidah tergigit)
2. Sediakan spatel lidah yang telah dibungkur gaas verban
R/ sptel llidah digunakan untuk menahan lidah jjika tergigit
3. Beri posisi miring kiri/kanan
R/ mencegah aspirasi pada lambung
4. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat anti konvulsan
R/ obat anti konvulsan sebagai pengatur gerakan motorik dalam hal ini anti konvulsan menghentikan gerakan motorik yang berlebihan
c. Resiko tinggi pola nafas tidak efektif b/d penurunan neuromuscular
HYD : mempertahankan pola napas efektif
Intervensi:
1. Anjurkan pasien mengosongkan mulut dari benda atau zat tertentu
R/ menurunkan resiko aspirasi atau masuknya suatu benda asing ke faring.
2. Letakkan pasien pada posisi miring dan permukaan datar
R/ mencegah lidah jatuh dan menyumbat jalan napas
3. Masukkan spatel lidah/jalan napas buatan
R/ mencegah tejatuhnya lidah dan memfasilitasi saat melakukan pengisapan lendir
4. Kolabori dalm pemberian oksigen sesuai indikasi.
R/ menurunkan hipoksia serebral sebagai akibat dari sirkulasi yang menurun
d. Resiko tinggi gangguan perfusi jaringan ke otak b/d penurunan suplai O2
HYD: gangguan perfusi jaringan otak tidak terjadi
Intervensi:
1. Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan terentu atau yang menyebabkan penurunan perfusi jaringan otak
R/ penurunan tanda atau gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal menunjukkan bahwapasien itu perlu dipindahkan ke keperawatan intensif
2. Observasi TTV
R/ periksa TTV sangat penting untuk mnegetahui tindakan selanjutnya
3. Pertahankan leher atau kepala pada posisi tengah kemudian sokong dengan handuk kecil atau bantal kecil
R/ kepala yang miring pada satu sisi akan menekan vena jungularis dan menghambat aliran darah vena yang selanjutnya meningkatkan TIK
4. Berikan waktu istirahat diantara aktifitas keperawatan yang dilakukan
R/ aktifitas yang dilakukan terus menerus dapat meningkatkan TIK dengan menimbulkan efek stimulasi kumulatif
5. Catat adanya refleks-refleks menelan, batuk, babinski dan reaksi pupil
R/ penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada tigkat otak tengah atau batang otak yang sangat berpengaruh langsungj terhadap keamanan pasien.
6. Anjurkan orang terdekat (keluarga) untuk berbicara dengan pasien.
R/ ungkapan keluarga yang menyenangkan pasien tampak mempunyai efek relaksasi pada beberapa pasien.
e. Kecemasan orang tua berhubungan dengan dampak hospitalisasi
Hasil yang diharapkan : orang tua tidak merasa cemas
Intervensi :
1. Kaji persepsi orang tua terhadap penyakit klien
R/ persepsi yang positif dalm membina kerja sama yang baik dalam proses keperawatan.
2. Beri sopport pada keluargaa bahwa klien akan sembuh kalau rutin dalam perawatan dan pengobatan
R/ menaati anjuran atau larangan serta ketekunan mengkonsummsi obat dapat mempercepat proses penyembuhan.
3. Berikan kesempatan mengungkapakan perasaannya (apa yang dirasakan orang tua saat itu)
R/ mengurangi beban psikologis dengan menyalurkan aspek emosional secara efektif dan cepat.
4. Beri informasi tentang cara mengatasi kejang seperti ana dibaringkan di tempat yang datar, kepalanya dimiringkan dan pasang gagang sendok yang telah dibungkus kain bersih.
R/ dapat meningkatkan pengetahuan orang tua sehingga dapat mengurangi kecemasan.
5. Anjurkan kepada keluarga untuk selalu berdoa dan mendekatkan diri kepada Tuhan.
R/ dengan mendekatkan diri pada Tuhan dapat mengurangi ansietas orang tua

Asuhan Keperawatan Retardasi Mental

A.PENGERTIAN
a. Kemampuan mental yang tidak mencukupi (WHO)
b. Suatu keadaan yang ditandai dengan fs. Intelektual berada dibawah normal, timbul pada masa perkembangan/dibawah usia 18 tahun, berakibat lemahnya proses belajar dan adaptasi sosial (D.S.M/Budiman M, 1991)
c. American Association on Mental Retardation (AAMR) 1992 :
Kelemahan/ketidakmampuan kognitif muncul pada masa kanak-kanak (sebelum 18 tahun) ditandai dengan fs. kecerdasan dibawah normal ( IQ 70-75 atau kurang), dan disertai keterbatasan lain pada sedikitnya dua area berikut : berbicara dan berbahasa; ketrampilan merawat diri, ADL; ketrampilan sosial; penggunaan sarana masyarakat; kesehatan dan keamanan; akademik fungsional; bekerja dan rileks.
Retardasi mental ialah keadaan dengan intelegensia yang kurang (subnormal) sejak masa perkembangan (sejak lahir atau sejak masa anak). Biasanya terdapat perkembangan mental yang kurang secara keseluruhan, tetapi gejala utama ialah intelegensi yang terbelakang. Retardasi mental disebut juga oligofrenia (oligo = kurang atau sedikit dan fren = jiwa) atau tuna mental.
Retardasi mental bukan suatu penyakit walaupun retardasi mental merupakan hasil dari proses patologik di dalam otak yang memberikan gambaran keterbatasan terhadap intelektual dan fungsi adaptif. Retardasi mental dapat terjadi dengan atau tanpa gangguan jiwa atau gangguan fisik lainnya.
B.ETIOLOGI
Penyebab kelainan mental ini adalah faktor keturunan (genetik) atau tak jelas sebabnya (simpleks).keduanya disebut retardasi mental primer. Sedangkan faktor sekunder disebabkan oleh faktor luar yang berpengaruh terhadap otak bayi dalam kandungan atau anak-anak.
Retardasi mental menurut penyebabnya, yaitu :

a. Akibat infeksi dan intoksikasi.
Dalam Kelompok ini termasuk keadaan retardasi mental karena kerusakan jaringan otak akibat infeksi intrakranial, karena serum, obat atau zat toksik lainnya.
b. Akibat rudapaksa dan sebab fisik lain.
Rudapaksa sebelum lahir serta juga trauma lain, seperti sinar x, bahan kontrasepsi dan usaha melakukan abortus dapat mengakibatkan kelainan dengan retardasi mental. Rudapaksa sesudah lahir tidak begitu sering mengakibatkan retardasi mental.
c. Akibat gangguan metabolisme, pertumbuhan atau gizi.
Semua retardasi mental yang langsung disebabkan oleh gangguan metabolisme (misalnya gangguan metabolime lemak, karbohidrat dan protein), pertumbuhan atau gizi termasuk dalam kelompok ini.
Ternyata gangguan gizi yang berat dan yang berlangsung lama sebelum umur 4 tahun sangat memepngaruhi perkembangan otak dan dapat mengakibatkan retardasi mental. Keadaan dapat diperbaiki dengan memperbaiki gizi sebelum umur 6 tahun, sesudah ini biarpun anak itu dibanjiri dengan makanan bergizi, intelegensi yang rendah itu sudah sukar ditingkatkan.
d. Akibat penyakit otak yang nyata (postnatal).
Dalam kelompok ini termasuk retardasi mental akibat neoplasma (tidak termasuk pertumbuhan sekunder karena rudapaksa atau peradangan) dan beberapa reaksi sel-sel optak yang nyata, tetapi yang belum diketahui betul etiologinya (diduga herediter). Reaksi sel-sel otak ini dapat bersifat degeneratif, infiltratif, radang, proliferatif, sklerotik atau reparatif.
e. Akibat penyakit/pengaruh pranatal yang tidak jelas.
Keadaan ini diketahui sudah ada sejak sebelum lahir, tetapi tidak diketahui etiologinya, termasuk anomali kranial primer dan defek kogenital yang tidak diketahui sebabnya.
f. Akibat kelainan kromosom.
Kelainan kromosom mungkin terdapat dalam jumlah atau dalam bentuknya.
g. Akibat prematuritas.
Kelompok ini termasuk retardasi mental yang berhubungan dengan keadaan bayi pada waktu lahir berat badannya kurang dari 2500 gram dan/atau dengan masa hamil kurang dari 38 minggu serta tidak terdapat sebab-sebab lain seperti dalam sub kategori sebelum ini.
h. Akibat gangguan jiwa yang berat.
Untuk membuat diagnosa ini harus jelas telah terjadi gangguan jiwa yang berat itu dan tidak terdapat tanda-tanda patologi otak.
i. Akibat deprivasi psikososial.
Retardasi mental dapat disebabkan oleh fakor-faktor biomedik maupun sosiobudaya.
j. Faktor prekonsepsi
kelainan kromosom (trisomi 21/Down syndrom)
k. Faktor perinatal
prematuritas, perdarahan intrakranial, asphyxia neonatorum.
l. Faktor postnatal
infeksi, trauma, gangguan metabolik/hipoglikemia, malnutrisi

C.KLASIFIKASI
A. Ringan ( IQ 52-69; umur mental 8-12 tahun)
Karakteristik :
a. Usia presekolah tidak tampak sebagai anak RM, ttp terlambat dalam kemampuan berjalan, bicara , makan sendiri, dll
b. Usia sekolah, dpt melakukan ketrampilan, membaca dan aritmatik dg pdd khusus, diarahkan pada kemampuan aktivitas sosial.
c. Usia dewasa, melakukan ketrampilan sosial dan vokasional, diperbolehkan menikah tdk dianjurkan memiliki anak. Ketrampilan psikomotor tdk berpengaruh kecuali koordinasi.
B. Sedang ( IQ 35- 40 hingga 50 - 55; umur mental 3 - 7 tahun)
Karakteristik :
a. Usia presekolah, kelambatan terlihat pada perkembangan motorik, terutama bicara, respon saat belajar dan perawatan diri.
b. Usia sekolah, dpt mempelajari komunikasi sederhana, dasar kesehatan, perilaku aman, serta ketrampilan mulai sederhana, Tdk ada kemampuan membaca dan berhitung.
c. Usia dewasa, melakukan aktivitas latihan tertentu, berpartisipasi dlm rekreasi, dpt melakukan perjalanan sendiri ke tempat yg dikenal, tdk bisa membiayai sendiri.
C. Berat ( IQ 20-25 s.d. 35-40; umur mental < 3 tahun)
Karakteristik :
a. Usia prasekolah kelambatan nyata pada perkembangan motorik, kemampuan komunikasi sedikit bahkan tidak ada, bisa berespon dalam perawatan diri tingkat dasar spt makan.
b. Usia sekolah, gangguan spesifik dlm kemampuan berjalan, memahami sejumlah komunikasi/berespon, membantu bila dilatih sistematis.
c. Usia dewasa, melakukan kegiatan rutin dan aktivitas berulang, perlu arahan berkelanjutan dan protektif lingkungan, kemampuan bicara minimal, meggunakan gerak tubuh.
D. Sangat Berat ( IQ dibawah 20-25; umur mental seperti bayi)
Karakteristik :
a. Usia prasekolah retardasi mencolok, fs. Sensorimotor minimal, butuh perawatan total.
b. Usia sekolah, kelambatan nyata di semua area perkembangan, memperlihatkan respon emosional dasar, ketrampilan latihan kaki, tangan dan rahang. Butuh pengawas pribadi. Usia mental bayi muda.
c. Usia dewasa, mungkin bisa berjalan, butuh perawatan total, biasanya diikuti dengan kelainan fisik.
KLASIFIKASI MENURUT PAGE :
A. Idiot (IQ dibawah 20; umur mental dibawah 3 tahun)
B. Imbisil (IQ antara 20-50, umur mental 3-7,5 tahun)
C. Moron ( IQ 50-70, umur mental 7,5-10,5 tahun)

D.PATOFISIOLOGI
Retardasi mental adalah sekelompok gangguan SSP: disfungsi terlokalisir terutama struktur kortikal termasuk, hipotalamus, dan korteks temporal medial. Kebanyakan individu dengan gangguan kognitif yang signifikan tidak memiliki kelainan struktur dilihat dari otak. Malformasi SSP, yang berkorelasi visual dari gangguan, didiagnosis hanya 10-15% kasus,sedangakan kelainan yang paling umum terdiri dari cacat saraf.
Beberapa sindrom yang abnoramal dengan kelainan terbatas pada sistem organ nonneurologic mungkin berada di dalam 5% dari semua pasien dengan retardasi mental. Antara 3% dan 7% dari kasus dapat berhubungan dengan beragam kesalahan metabolisme bawaan. Paparan alkohol didalam rahim dapat menjelaskan sebanyak 8% mereka terkena retardasi mental ringan.
Kebanyakan individu dengan retardasi mental ringan bebas dari komplikasi neurologis dan malformasi SSP. Hal ini mungkin juga disebabkan status keluarga,status ekonomi,IQ rendah.

E.MANIFESTASI KLINIK
a. Ggn. Kognitif
b. Lambatnya ketrampilan dan bahasa
c. Gagal melewati tahap perkembangan utama
d. Kemungkinan lambatnya pertumbuhan
e. Kemungkinan tonus otot abnormal
f. Terlambatnya perkembangan motorik halus dan kasar


F.PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK
a. Uji inteligensi standar ( Stanford Binet; Weschler; Bayley Scales of Infant Development, dll)
b. Uji perkembangan seperti Denver II
c. Pengukuran Fs. Adaptif (Vineland Adaptif Behavior Scales; School editin of the adaptive Behavior Scale.)

G.PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan kromosom
b. Pemeriksaan urin, serum atau virus
c. Test diagnostik spt : EEG, CT Scan untuk identifikasi abnormalitas perkembangan jaringan otak, injury jaringan otak atau trauma yang mengakibatkan perubahan.

H.PENATALAKSANAAN MEDIK
Berikut ini adalah obat-obat yang dapat digunakan :
a. Obat-obat psikotropika ( tioridazin,Mellaril untuk remaja dengan perilaku yang membahayakan diri sendiri
b. Psikostimulan untuk remaja yang menunjukkan tanda-tanda gangguan konsentrasi/gangguan hyperaktif.
c. Antidepresan ( imipramin (Tofranil)
d. Karbamazepin ( tegrevetol) dan propanolol ( Inderal )
Pencegahan :
e. Meningkatkan perkembangan otak yang sehat dan penyediaan pengasuhan dan lingkungan yang merangsang pertumbuhan
f. Harus memfokuskan pada kesehatan biologis dan pengalaman kehidupan awal anak yang hidup dalam kemiskinan dalam hal ini ;
- perawatan prenatal
– pengawasan kesehatan reguler
– pelayanan dukungan keluarga
I. KOMPLIKASI
a. Serebral palcy
b. Gangguan kejang
c. Gangguan kejiwaan
d. Gangguan konsentrasi /hiperaktif
e. Defisit komunikasi
J. INSIDEN
Retardasi mental adalah suatu bentuk kecacatan dimana fungsi intelektual dibawah normal (IQ dibawah 70), keterbatasan signifikan dalam dua atau lebih perilaku adaptif sosial dan keadaannya terlihat sejak kecil yaitu dibawah usia 18 tahun. Kerusakan otak bersifat ireversibel, tetapi terjadinya retardasi mental dapat dicegah. Salah satu faktor penyebab retardasi mental yang dapat dicegah adalah faktor postnatal, yaitu kelainan pascalahir yang dapat menyebabkan gangguan terhadap perkembangan seorang anak pada saat yang dekat dengan waktu kelahiran ataupun sesudahnya, yaitu dimana sel otak sedang berkembang.
Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif observasional yang digunakan untuk memperoleh data yang bersifat kuantitatif. Variabel yang diteliti meliputi karakteristik anak retardasi mental postnatal, trauma berat pada kepala, penyakit infeksi, kejang demam, anoksia dan gangguan gizi kurang. Penelitian dilakukan di SLB Santi Kosala Mastrip Nganjuk pada bulan Oktober 2008 sampai Juli 2009. Subjek penelitian merupakan total populasi yaitu seluruh anak retardasi mental yang disebabkan oleh faktor postnatal, yaitu sebesar 23 anak. Analisis data dilakukan secara deskriptif dengan menyajikan data dalam bentuk tabel frekuensi dan narasi berdasarkan karakteristik subjek penelitian dan variabel penelitian.
Hasil penelitian menunjukkan dari 23 anak retardasi mental postnatal terdapat 12 anak (52,2%) yang pernah mengalami trauma kepala, 9 anak (39,1%) pernah menderita penyakit infeksi, 11 anak (47,8%) yang mempunyai riwayat kejang demam, 14 anak (60,9%) pernah menderita gangguan gizi kurang. Riwayat anoksia tidak pernah dialami oleh anak retardasi mental postnatal di SLB tersebut.
Saran yang bisa diberikan yaitu penelitian selanjutnya diharapkan dapat menambahkan variabel lain penyebab retardasi mental pada anak, sehingga didapat penelitian yang lebih baik. Peningkatan pengawasan dan pemantauan terhadap tumbuh kembang anak serta peningkatan pengetahuan terhadap penanganan secara cepat dan tepat sehingga kemungkinan terburuk dapat diminimalkan. Komunikasi antar orang tua murid dan pihak sekolah perlu dibina untuk mengetahui perkembangan anak.
ASUHAN KEPERAWATAN
A.PENGKAJIAN
Pengkajian terdiri atas evaluasi komprehensif mengenai kekurangan dan kekuatan yang berhubungan dengan ketrampilan adaptif ; komunikasi, perawatan diri, interaksi sosial, penggunaan sarana-sarana di masyarakat pengarahan diri, pemeliharaan kesehatan dan keamanan, akademik fungsional, pembentukan ketrampilan rekreasi dan ketenangan dan bekerja
Pemeriksaan fisik :
1. Kepala : Mikro/makrosepali, plagiosepali (btk kepala tdk simetris)
2. Rambut : rambut jarang/tdk ada, halus, mudah putus dan cepat berubah
3. Mata : mikroftalmia, juling, nistagmus
4. Hidung : jembatan/punggung hidung mendatar, ukuran kecil, cuping melengkung ke atas, dll
5. Mulut : bentuk “V” yang terbalik dari bibir atas, langit-langit lebar/melengkung tinggi
Geligi : odontogenesis yang tdk normal
a. Telinga : keduanya letak rendah
b. Muka : panjang filtrum yang bertambah, hipoplasia
c. Leher : pendek; tdk mempunyai kemampuan gerak sempurna
d. Tangan : jari pendek dan tegap atau panjang kecil meruncing, ibujari gemuk dan lebar, klinodaktil, dll
e. Dada & Abdomen : tdp beberapa putting, buncit.
f. Genitalia : mikropenis, testis tidak turun,
g. Kaki : jari kaki saling tumpang tindih, panjang & tegap/panjang kecil meruncing diujungnya, lebar, besar, gemuk

B.DIAGNOSA
a. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b.d kerusakan fungsi kognitif
b. Perubahan proses keluarga b.d mempunyai anak yang menderita retardasi mental
c. Gangguan interaksi sosial b.d. kesulitan bicara /kesulitan adaptasi social

C. PERENCANAAN KEPERAWATAN
a. Perubahan pertumbuhan dan perkembangan b.d kerusakan fungsi kognitif
HYD: Anak mampu mencapai pertumbuhan dan perkembangan yang optimal
Intervensi :
1. Kaji kemajuan perkembangan anak dengan interval regular
R/rencana perawatan dapat diperbaiki sesuai kebutuhan
2. Bantu keluarga menentukan kesiapan anak untuk mempelajari tugas-tugas khusus
R/karena kesiapan anak tidak mudah untuk dikenali
3. Bantu keluarga menyusun tujuan yang realistis untuk anak
R/mendorong keberhasilan pencapaian sasaran dan harga diri
4. Berikan penguatan positif atas tugas-tugas khusus atau perilaku anak
R/karena hal ini dapat memeprbaiki motivasi dan pembelajaran
5. Dorong untuk mempelajari keterampilan perawatan diri segera setelah anak mencapai kesiapan
R/untuk memfasilitasi perkembangan yang optimal
6. Kolaborasi dengan psikolog
R/ bantu dalam identifikasi cara untuk meningkatkan kemandirian. Pasien akan memerlukan bantuan lanjut untuk mengatasi masalah emosi.

b. Perubahan proses keluarga b.d mempunyai anak yang menderita retardasi mental
HYD: pasien (keluarga) mendapat dukungan yang adekuat.
Intervensi:
1. Berikan informasi pada keluarga sesegera mungkin pada saat atau setelah kelahiran.
R/ keluarga dapat mencurigai adanya masalah dan mungkin memerlukan dukungan yang segera.
2. Ajak kedua orang tua untuk hadir pada konferensi pemberian informasi.
R/ agar orang tua yang satu tidak harus mengulangi informasi yang kompleks tersebut ke orang tua yang lain.
3. Tekankan karakteristik normal anak
R/ untuk membantu keluarga melihat anak sebagai individu dengan kekuatan serta kelemahannya masing-masing.
4. Dorong anggota keluarga untuk mengeskpresikan perasaan dan kekhawatirannya
R/ hal ini merupakan bagian dari proses adaptasi.
5. Dorong keluarga untuk bertemu dengan keluarga lain yang mempunyai masalah yang sama
R/ mereka dapat menerima dukungan tambahan.
6. Diskusikan dengan anggota keluarga tentang manfaat dari perawatan di rumah
R/ dapat memberi kesempatan pada mereka untuk menyelidiki semua alternatif residensial sebelum membuat keputusan.

c. Gangguan interaksi sosial b.d. kesulitan bicara /kesulitan adaptasi social
HYD: anak mampu bersosialisasi dengan baik di lingkungannya.
Intervensi:
1. Kaji faktor penyebab gangguan perkembangan anak
R/ faktor penyebab dapat membantu proses perkembangan mental anak.
2. Tingkatkan komunikasi verbal dan stimulasi taktil
R/ melatih klien untuk beradaptasi dengan lingkungan disekitarnya
3. Dorong anak melakukan sosialisasi dengan kelompok
R/ meningkatkan perkembangan interaksi social.
4. Berikan instruksi berulang dan sederhana
R/ ingatan klien masih terbatas sehingga diperlukan pengulangan informasi
5. Dorong anak melakukan perawatan sendiri
R/ meningkatkan kemandirian anak
6. Ciptakan lingkungan yang aman
R/ mendukung perkembangan anak dalam beradaptasi dengan lingkungannya